BAB
I
PENDAHULUAN
Media cetak sebagai
sebuah media komunikasi massa merupakan media klasik yang tak pernah lekang
oleh waktu. Media cetak mempunyai media jual tersendiri yang membuatnya mantap
di posisinya, meskipun saat ini bermunculan media baru. Secara sederhana, media
cetak mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dipunyai media-media lainnya,
yakni: dapat dibaca, dimana dan kapan saja, dapat dibaca berulang-ulang,
pengolahan bisa mekanis dan bisa elektris, serta biaya yang dibutuhkan relatif
rendah. Namun demikian, media cetak juga mempunyai kelemahan, antara lain: daya
rangsangnya rendah, daya jangkaunya terbatas, dan terbatas dimensinya.
Ditengah kemajuan teknologi
komunikasi yang tidak terbendung lagi, media cetak sangat perlu untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Saat ini handphone dan e-mail
(internet) telah menginvasi teknologi komunikasi konvensional di muka bumi,
termasuk Indonesia. Sekitar dua milyar manusia menggunakan ponsel (telepon
seluler), triliyunan e-mail dikirim dalam sehari, milyaran
data di unduh dari situs Google
setiap hari.
Semakin berkembangnya teknologi yang pesat
itu, ternyata eksistensi media cetak tidak pernah memudar. Terbukti orang-orang
masih banyak yang menggunakan media cetak ini. Dengan pemberitaan yang aktual
dan tetap membawa keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur-unsur berita
yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan
melakukan cover both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari
cepat atau lambatnya, media catak yang tidak dapat menyeimbangi media online
bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media
online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam
mengatur distribusi, iklan dan produksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kemunculan Media Cetak
Beberapa ribuan tahun yang lalu,
materi cetak hanya bisa dinikmati oleh sedikit warga yang berpendidikan baik
dalam masyarakat, untuk bangsa-bangsa Mandarin, Mesir, China, Islam, dan Roma.
Kemudian pedagang Arab membawa teknologi cetak ini ke barat.
Di Eropa, media cetak dikembangkan
melalui literatur-literatur yang menggunakan bahasa setempat masyarakat
masing-masing dengan diferensiasi yang tinggi. Kemudian Eropa mulai mencetak
kitab agama, dan lembaga pendidikan semakin banyak memproduksi penulis dan
mencetak beberapa buku penting. Kitab agama tahun 1455 membawa perubahan dalam
teknologi mesin cetak ini, bentuk baru yang memungkinkan percetakan dilakukan
dalam jumlah besar.
Di Amerika media cetak pertama
dimulai dengan percetakan banyak kitab agama, pada tahun 1640. Benjamin
Franklin merupakan salah satu pakar penemu inovasi media cetak tersebut, yang
pada tahun 1731 memulai kegiatan perpustakaan belangganan pertama, sehingga
dimasa yang akan datang warga Amerika telah mengenal baik kepustakaan, dan
memberi kesempatan kepada mereka yang tidak mampu untuk membaca dan meminjam
buku-buku, Koran dan majalah. Pada 1800-an masyarakat pembaca Amerika mulai
terbentuk, dengan dukungan dari perbaikan keadaan sosial, pendididkan, ekonomi,
dan perkembangan masyarakat urban menengah. Majalah dalam hal ini lahir pada
1700-an, dengan tema fiksi dan non- fiksi. Pada 1741, Philadelphia menjadi
pusat pertama Majalah, dimana para penerbit mencoba untuk memperkenalkan
majalah jangka pendek untuk revolusi Amerika. Selama revolusi, pada 1775-1789,
kebanyakan buku dan majalah membawa nuansa politik. Kemudian pada 1790-an
nuansa ekomoni mulai meledak. Kemudian pada 1920 majalah mulai bertarung dengan
radio dan film, dan telah mengenal dasar periklanan dan audiens yang lebih spesifik, berkembangan menjadi banyak jenis,
dengan berbagai metode dan majalah-majalah baru semakin merebak, dilengkapi
dengan visualisasi gambar foto.
Menurut sejarah, seorang ahli dari
Jerman, Pemilik nama lengkap Johannes Gutenberg ini menemukan mesin cetak yang
akhirnya digunakan untuk mencetak bible (Kitab Suci). Ini terjadi pada tahun
1453. Sebelumnya Gutenberg menulis secara manual, kitab-kitab suci tersebut. Namun
dengan bantuan mesin cetak, kitab suci yang dihasilkan jauh lebih banyak.
Sebelum ada revolusi Gutenberg, buku-buku di Eropa disalin dengan menggunakan Manu Script. Selain memakan waktu yang
lama, harga buku-buku tersebut tergolong mahal dan hanya bisa dibeli oleh
orang-orang yang mampu.
Dengan ditemukannya mesin cetak,
perkembangan ilmu dan pengetahuan waktu itu semakin pesat, bahkan tidak hanya
untuk bangsa Eropa saja tetapi juga sampai ke Timur Tengah. Melalui buku-buku
yang dicetak pada waktu itu, minat baca masyarakat menjadi tinggi. Kitab Suci
yang awalnya ditulis manual oleh Gutenberg saat itu juga dicetak dengan bahasa
lain, tidak hanya bahasa latin. Ini yang akhirnya membuat gerakan kaum
protestan. Salah satu bentuk hasil dari media cetak adalah surat kabar. Surat
kabar penerbitannya ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas
berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita- berita terkini
dalam berbagai topik.
Surat kabar awalnya berkembang di
Eropa, khususnya di Inggris dan Amerika Utara. Tahun 1702 muncul Daily Courant lalu Revue pada tahun 1704. Sedangkan di Amerika, surat kabar baru
terbit setelah beberapa tahun Amerika mencapai kemerdekaannya (1776). Namun
pada awalnya, surat kabar hanya diperuntukkan bagi kaum elit dan terpelajar.
Secara fisik, bentuk koran pada saat itu masih sangat sederhana dan menggunakan
biaya yang sangat murah, tetapi jangkauannya meluas.
Pada tahun 1830, surat kabar sudah
mewabah di New York. Ini adalah saat kejayaan surat kabar yang akhirnya mewabah
ke seluruh pelosok dunia Kegiatan percetakan semakin berkembang setelah perang
dunia II, baik media konvensional tradisional dan media internet yang secara
lambat berkembang. Kemudian industri ini semakin berkembang, beberapa
diantaranya melakukan konsolidasi dan beberapa yang lain semakin kuat dengan
proliferasi dan persaingan mereka yang semakin tersegmentasi. Hal ini selaras
dengan perkembangan buku. Sejarah tersebut menyebutkan mengenai sebuah
lingkaran berkelanjutan dari inovasi teknologi, dalam bentuk apapun, mulai dari
pemakaian teknologi sederhana, sampai teknologi yang rumit. Diikuti oleh
perkembangan berbagai bentuk media dan pengunaan media baru, ada upaya juga
untuk menambah permintaan konsumen, memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen
dan mencari keuntungan, keinginan untuk mengembangkan literature dan akhirnya
mampu mengubah masyarakat menjadi labih baik.
Menurut McLuhan, fase perkembangan
media massa terdiri dari beberapa tahap: - Era pra-literasi (40.000 SM – 1500)
: meliputi kebudayaan oral hingga media cetak awal didominasi oleh mediasi
ritual dan sosial serta dunia mistik yang penuh kekerasan dan kebrutalan - Era
literasi (1500 – 1900) :meliputi tulisan dan media cetak, berkembang setelah
galaksi Gutenberg, khususnya periode abad tengah dan renaissance, dan terutama
sekali saat ditemukannya mesin cetak -Era elektronik (1900-2000) : media
elektronik, 2000- sekarang : media digital. Epos utama sejarah komunikasi
adalah: · Pramodern ( media cetak awal) · Modern (media cetak dan media
elektronik) · Postmodern (media digital) Dari ulasan di atas dapat disimpulkan
bahwa setiap tahapanproses komunikasi manusia sangat berbeda dalam kurun waktu
tertentu. Jika pada media cetak awal, manusia menggunaikan media cetak untuk
membuat alkitab. Dengan menggunakan alat bantu media cetak, mereka dapat
membuat alkitab sebanyak-banyaknya.
Pada media elektronik manusia sudah
beralih ke modernisasi. Dimana teknologi media cetak yang dulu pernah ada telah
dikembangkan menjadi teknologi yang lebih modern dengan alat-alat yang semakin
canggih. Tentu saja hal itu juga berpengaruh pada kehidupan manusia di masa
yang akan datang. Setelah itu munculah majalah, Koran, tabloid, yang memudahkan
manusia untuk memperoleh informasi secara luas dan mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Teknologi media cetak ini termasuk teknologi komunikasi
yang berkembang pesat di dunia, terutama di Negara Indonesia.
2.2 Media Cetak di Indonesia
Sejarah surat kabar di Indonesia terbagi
dalam dua babak yakni babak pertama yang biasa disebut babak putih dan babak
kedua antara tahun 1854 hingga Kebangkitan
Nasional. Kedua babak inilah yang amat berperan dalam
perkembangan surat kabar di Indonesia. Babak pertama adalah babak putih, yaitu
saat Indonesia masih dalam keadaan terjajah oleh kolonialisme Belanda. Disebut babak
putih karena surat kabar pada waktu itu mutlak milik orang-orang Eropa, berbahasa
Belanda dan diperuntukkan bagi pembaca berbahasa Belanda. Kontennya hanya
seputar kehidupan orang-orang Eropa dan tidak mempunyai kaitan kehidupan
pribumi. Babak ini berlangsung antara tahun 1744-1854. Babak kedua yang
berlangsung antara tahun 1854 hingga Kebangkitan Nasional secara kasar dapat
dibagi dalam tiga periode, yakni:
1.
Antara tahun 1854-1860
Dalam periode
ini surat kabar dengan bahasa Belanda masih memegang peranan penting dalam
dunia pers Indonesia, namun surat kabar dengan bahasa Melayu telah terbit
bernama Slompret Melajoe di Semarang yang
diterbitkan oleh H.C. Klinkert.
2.
Antara tahun 1860-1880
Surat kabar
dengan bahasa pra-Indonesia dan Melayu mulai banyak
bermunculan tetapi yang menjadi pemimpin surat kabar-surat kabar ini semuanya
adalah orang-orang dari peranakan Eropa.
3.
Antara tahun 1881 sampai Kebangkitan Nasional
Periode ini
mempunyai ciri tersendiri karena para pekerja pers terutama para redakturnya
tidak lagi dari peranakan Eropa tetapi mulai banyak peranakan Tionghoa dan Indonesia
atau biasa disebut dengan
pribumi.
Lima Periode
Surat Kabar Indonesia
Surat kabar di
Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang yang secara singkat terbagi
dalam enam periode, yakni zaman Belanda, zaman Jepang, zaman
kemerdekaan, zaman Orde Lama, zaman Orde Baru dan zaman reformasi. Berikut
uraian singkat keenam periode bersejarah tersebut.
a.
Zaman Belanda
Pada tahun 1744 dilakukanlah percobaan
pertama untuk menerbitkan media massa dengan diterbitkannya surat kabar pertama
pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Imhoff dengan nama Bataviasche
Nouvelles, tetapi surat kabar ini hanya mempunyai masa hidup selama dua
tahun. Kemudian pada tahun 1828 diterbitkanlah Javasche Courant di
Jakarta yang memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita
kutipan dari harian-harian di Eropa. Mesin cetak pertama di Indonesia juga
datang melalui Batavia (Jakarta) melalui
seorang Nederland bernama W. Bruining dari Rotterdam yang kemudian menerbitkan
surat kabar bernama Het Bataviasche Advertantie Blad yang memuat
iklan-iklan dan berita-berita umum yang dikutip dari penerbitan resmi di
Nederland (Staatscourant).
Di Surabaya sendiri pada
periode ini telah terbit Soerabajasch Advertantiebland yang kemudian
berganti menjadi Soerabajasch Niews en Advertantiebland. Sedang di Semarang terbit Semarangsche
Advertetiebland dan De Semarangsche Courant. Secara umum serat
kabar-surat kabar yang muncul saat itu tidak mempunyai arti secara politis
karena cenderung pada iklan dari segi konten. Tirasnya tidak lebih dari
1000-1200 eksemplar tiap harinya. Setiap surat kabar yang beredar harulah
melalui penyaringan oleh pihak pemerintahan Gubernur Jenderal di Bogor. Tidak hanya
itu, surat kabar Belandapun terbit di daerah Sumatera dan Sulawesi. Di Padang terbit Soematra
Courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makasar (Ujung
Pandang) terbit Celebes Courant dan Makassarsch Handelsbland.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang
dikuasai Belanda telah terbit sekitar 16 surat kabar dalam bahasa Belanda dan
12 surat kabar dalam bahasa Melayu seperti, Bintang
Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar (terbit di Bogor), Selompret Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe
(Surabaya) dan surat kabar berbahasa Jawa, Bromatani yang terbit di Solo.
b.
Zaman Jepang
Saat wajah penjajah berganti dan Jepang
memasuki Indonesia, surat kabar-surat kabar yang beredar di Indonesia diambil
alih secara pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan
penghematan namun yang sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang memperketat
pengawasan terhadat isi surat kabar. Kantor
Berita Antara diambil alih dan diubah menjadi kantor berita Yashima
dengan berpusat di Domei, Jepang. Konten surat kabar dimanfaatkan sebagai alat
propaganda untuk memuji-muji pemerintahan Jepang. Wartawan Indonesia saat
itu bekerja sebagai pegawai sedang yang mempunyai kedudukan tinggi adalah
orang-orang yang sengaja didatangkan dari Jepang.
Surat kabar Tjahaja
Salah satu surat kabar yang terbit pada
masa ini adalah Tjahaja (ejaan baru Cahaya). Surat kabar ini sudah
menggunakan Bahasa Indonesia dan penerbit
berada di kota Bandung. Surat
kabar ini terbit di Indonesia namun
berisikan berita tentang segala kondisi yang terjadi di Jepang. Para
pemimpinnya di antaranya adalah Oto Iskandar Dinata, R. Bratanata, dan Mohamad Kurdi.
Pada tampilan tampak bahwa surat kabar
tersebut bertuliskan tanggal 24 Shichigatsu 2604, yang pada penanggalan masehi
sama dengan tanggal 24 Juli 1944.
c. Zaman
Kemerdekaan
Ketika pemerintah Jepang menggunakan
surat kabar sebagai alat propaganda pencitraan pemerintah, Indonesiapun
melakukan hal yang sama untuk melakukan perlawanan dalam hal sabotase
komunikasi. Edi Soeradi melakukan propaganda agar rakyat berdatangan pada Rapat
Raksasa Ikada pada tanggal 19 September 1945 untuk mendengarkan pidato Bung
Karno. Dalam perjalanannya, Berita Indonesia (BI) berulang kali mengalami
pembredelan dimana selama pembredelan tersebut para pegawai kemudian ditampung
oleh surat kabar Merdeka yang didirikan oleh B.M. Diah. Surat kabar perjuangan
lainnya adalah Harian Rakyat dengan
pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmr dan Rinto Alwi dimana surat kabar
tersebut menampilkan “pojok” dan “Bang Golok” sebagai artikel. Surat kabar
lainnya yan terbit pada masa ini adalah Soeara
Indonesia, Pedoman Harian yang berubah menjadi Soeara Merdeka (Bandung), Kedaulatan
Rakyat (Bukittinggi), Demokrasi (Padang) dan Oetoesan Soematra (Padang).
d. Zaman Orde Lama
Setelah
dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno,
terdapat larangan terhadap kegiatan politik termasuk pers. Persyaratan untuk
mendapat Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak diperketat yang kemudian
situasi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia untuk melakukan slowdown
atau mogok secara halus oleh para buruh dan pegawai surat kabar. Karyawan pada
bagian setting melambatkan pekerjaannya yang membuat banyak kolom surat kabar
tidak terisi menjelang batas waktu cetak (deadline). Pada akhirnya kolom
tersebut diisi iklan gratis. Hal ini menimpa surat kabar Soerabaja Post dan
Harian Pedoman di Jakarta. Pada periode ini banyak terjadi kasus antara surat
kabar pro PKI dan anti PKI.
e. Zaman Orde Baru
Pada periode ini, surat kabar yang
dipaksa untuk berafiliasi kembali mendapatkan pribadi awalnya, seperti
Kedaulatan Rakyat yang pada zaman orde lama harus berganti menjadi Dwikora. Hal
ini juga terjadi pada Pikiran Rakyat di Bandung. Bahkan pers kampuspun mulai
aktif kembali. Namun dibalik itu semua, pengawasan dan pengekangan pada pers
terutama dalam hal konten tetap diberlakukan. Pemberitaan yang dianggap
merugikan pemerintah harus dibredel dan dihukum dengan dilakukan pencabutan
SIUP seperti yang terjadi pada Sinar Harapan, tabloid Monitor dan Detik serta
majalah Tempo dan Editor. Pers lagi-lagi dibayangi dalam kekuasaan pemerintah
yang cenderung memborgol kebebasan pers dalam membuat berita serta
menghilangkan fungsi pers sebagai kontrol sosial terhadap kinerja pemerintah.
Pembredalanpun marak pada periode ini.
Perkembangan
pers di masa penjajahan sejak pertengahan abad ke 19 ternyata telah
dapatmenggugah cendekiawan Indonesia untuk menyerap budaya pers dan
memanfaatkan media cetak sebagai sarana membangkitkan dan menggerakkan
kesadaran bangsa.
Dalam
proses selanjutnya, terjadilah pembauran antara pengasuh pers dan masyarakat
yangmulai terorganisasi dalam klub-klub studi, lembaga-lembaga sosial,
badan-badan kebudayaan, bahkan gerakan-gerakan politik. Wartawan menjadi
tokoh pergerakan, atau sebaliknya tokoh pergerakan menerbitkan pers.
Sejak
lahirnya Budi Utomo pada bulan mei 1908, pers merupakan sarana komunikasi
yangutama untuk menumbuhkan kesadaran nasioal dan meluaskan kebangkitan bangsa
Indonesia.Pada gilirannya proses tersebut mengukuhkan gerakan mencapai
kemerdekaan. Lahirlah surat-surat kabar dan majalah seperti Benih Merdeka, Soara Ra’jat Merdika, dan Fikiran Ra’jat.
2.3 Jenis dan Karakteristik
Media Cetak
Media cetak merupakan suatu media yang bersifat statis
dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran kertas dengan sejumlah
kata, gambar, atau foto dengan tata warna dan halaman putih. Media cetak
merupakan dokumen atas segala yang dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa yang
ditangkap oleh jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar, foto, dan
sebagainya. Tak seperti media massa elektronik, yang beritanya berpacu
dengan durasi. Media cetak lebih kompromi dengan halaman. Alhasil pemberitaannya
lebih detil dan dalam ketimbang media massa elektronik semisal televisi.
2.3.1 Karakteristik Media Cetak :
a. Tergolong praktis, cepat, dengan harga terjangkau.
b. Daya jangkau dan edar media
cetak dapat sampai pelosok.
c. Dapat bertahan, tidak satu kali lalu habis.
d. Kedalaman
liputan, liputan bersifat informatif dengan narasi yang cukup panjang jika
diperlukan.
e. Bersifat
masal.
f. Fleksibel,
dapat dibaca dimana saja dan kapan saja.
Media cetak relatif
lebih mahal daripada media lainnya, misal kita ambil contoh televisi. Bisa kita katakan bahwa
televisi merupakan media massa yang sangat murah seperti radio, bahkan sekarang
dapat kita katakan bahwa baik media televisi maupun radio gratis, sehingga
penikmatnya tak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun. Kecuali biaya listrik dan
sebagainya yang untuk Indonesia masih tergolong murah.
2.3.2 Kelemahan Media Cetak :
a. Masa
hidup yang singkat.
b. Resiko
cetakan buruk dan kesalahan cetak.
c. Membutuhkan
minat baca dari konsumen.
Apapun
kelemahannya, media cetak akan tetap diminati pasar. Karena diperkirakan media
cetak tidak bisa tergantikan oleh perkembangan e-paper yang kini tumbuh dengan
pesat. Minat membaca media cetak akan bertahan dari serbuan pertumbuhan
pengguna internet yang di Indonesia sudah mencapai 25 juta orang.Banyak alasan
untuk menyakini mengapa industri pers ke depan akan terus diminati. Di
antaranya penurunan jumlah masyarakat miskin, tingkat urbanisasi yang terus
meningkat yang merupakan peluang tumbuhnya jumlah pembaca.
Alasan
lain terhadap keyakinan akan perkembangan media cetak adalah e-paper akan menjadi tren baru bagi
kelompok terdidik yang bekerja di perkantoran dan kaum profesional. Sementara
itu,lapisan terbesar masyarakat Indonesia masih akan didominasi oleh kelompok
besar di luar itu.
Lebih
jauh, semakin kompleksnya berbagai problema sosial, ekonomi dan budaya akan
merangsang makin beragamnya segmen pasar yang terbuka untuk perkembangan pers,
termasuk media cetak. Kenyataannya negara maju yang sudah canggih perkembangan
teknologinya tetap saja media cetak hidup di negara itu. Jadi tidak mungkin
media cetak mati.
2.4
Jenis Media Cetak
Perkembangan zaman telah menciptakan segmentasi,
dan megidentifikasi media cetak menurut karakteristik
sosial pendidikan pembacanya menjadi 3 bentuk, yaitu :
2.4.1
Koran
2.4.1.1
Karakteristik Koran
a. Judul
singkat, provokatif, informal, dan spesifik.
b. Topik
aktual dan menarik , berita terbaru.
c. Berita
cepat.
d. Umur
berita pendek.
e. Bahan
referensi berita.
f. Gaya
tulisan umumnya menggunakan gaya serius.
g. Nada
tulisan sebagian besar bernada informatif, dan sebagian lainnya bernada argumentasi, disamping
ada juga yang bernada kritik.
h. Ukuran
umumnya antara 1000 hingga 2000 kata.
i. Target
audiencenya umum, tapi pembaca lebih
banyak pria.
j. Koran
(seperti juga radio dan televisi) biasanya tidak hanya melaporkan berita (yang obyektif), tapi
menampilkan berita yang berasal dari investigasi atau wawancara para
wartawannya. Dengan demikian, koran juga membuat berita. Lebih jauh, koran juga
seringkali menjadi sarana kampanye sebuah perjuangan yang dipandang kalayak.
Seringkali susah memastikan dimana batas antara reportase obyektif dengan
kampanye tadi. Bagaimanapun, satu hal yang perlu dicatat adalah upaya untuk
mencapai reportase yang bisa dipercaya tanpa mengesampingkan hak untuk
memperjuangkan sesuatu yang dipandang merupakan kepentingan publik.
2.4.1.2
Kelebihan Koran
a. Dapat
menyampaikan informasi detail, secara teratur bisa menyajikan berita dan
interpretasi secara mendalam.
b. Relatif
murah.
c. Mudah
didokumentasikan (dikliping).
d. Bisa
dibaca sesuai kelonggaran waktu konsumennya.
e. Lebih
jelas dalam menyajikan tabel statistik, peta, bagan, grafik dan medium gambar
lainnya.
f. Jumlah
pembaca lebih tinggi dibandingkan majalah.
g. Dapat menjangkau daerah-daerah perkotaan sesuai dengan
cakupan pasarnya.
h. Kebiasaan konsumen membawa surat kabar sebagai referensi
untuk memilih barang sewaktu berbelanja.
2.4.1.3 Kekurangan Koran
a. Dari
segi kenyamanan, koran sangat tidak praktis bila dibandingkan dengan media lain
yang sejenis misal majalah. Dengan ukuran yang relatif besar koran membutuhkan
tempat yang lebih luas untuk membacanya. Sehingga bila kita ingin membacanya
kita membutuhkan tempat yang relatif cukup luas.
b. Dari
segi efektivitas, untuk membaca koran sangat dibutuhkan konsentrasi penuh
pembacanya. Hal ini sangat berbeda dengan media radio dimana penikmatnya dapat
mendapatkan informasi sambil melakukan berbagai pekerjaan lainnya.
c. Sekalipun jangkauannya bersifat masal, surat kabar dibaca
orang dalam tempo yang sangat singkat, umumnya tidak lebih dari lima belas
menit, dan mereka hanya membaca sekali saja. Surat kabar hanya berusia 24 jam
sehingga cepat basi.
d. Sekalipun surat kabar memilki sirkulasi yang luas,
beberapa kelompok pasar tidak dapat terlayani. misalnya untuk pembaca di bawah
umur 20 tahun.
e. Jangkauan
lokal bagi koran lokal.
f. Kualitas
kertas kurang bagus.
g. Kelemahan
lain koran adalah ketika para kru di koran tersebut tidak lagi memiliki dana
dan energi untuk melakukan inovasi. Inovasi tidak hanya meliputi bidang konten
tekstual maupun visual, tetapi juga menyangkut langkah-langkah antisipasi
atau langkah-langkah penyesuaian terhadap perkembangan teknologi mutakhir yang
terus saja mendorong orang untuk memiliki makin banyak alternatif tentang cara
membaca dan cara mendapatkan informasi.
2.4.2
Majalah
Jenis – jenis Majalah
Secara
garis besar, Rivers (1983: 5) membagi majalah ke dalam empat jenis, yaitu:
·
Mass Magazine
Mass
magazine mempunyai oplah yang besar. Jenis
majalah ini berusaha menjembatani khalayak dari berbagai latar belakang melalui
isinya yang bersifat umum. Contoh dari jenis majalah ini adalah OktoMagazine yang kontennya berisi
berbagai macam topik mulai dari kesehatan, makanan dan minuman, seni dan
budaya, dan masih banyak lagi.
·
News Magazine
News
magazine memiliki jumlah pembaca yang banyak
yang memiliki ketertarikan terhadap isu-isu kontemporer. News magazine
memberikan pembaca pemahaman tentang konteks yang ada dalam sebuah peristiwa,
bukan sekedar fakta. Contoh : Majalah
Tempo.
·
Class Magazine
Secara harafiah, class magazine
dapat diartikan sebagai ‘majalah berkelas’. Kualitas dan konten majalah ini
ditujukan bagi pembaca yang berpendidikan tinggi serta tertarik pada urusan
publik dan sastra. Meski jumlah pembacanya tidak terlalu banyak, majalah jenis
ini mempunyai pengaruh yang cukup kuat karena menghadirkan opini dari para
pemimpin atau penguasa. Contoh : Majalah
Cakra.
·
Specialized Magazine
Specialized
magazine menyajikan konten spesifik bagi pembaca yang spesifik pula.
Majalah jenis ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
§ Business
papers: Diterbitkan oleh lembaga independen
yang bersifat komersil. Informasi di dalamnya penting bagi bisnis, industri,
atau profesi tertentu. Salah satu contohnya adalah Majalah Franchise.
§ Company
publications: Diterbitkan oleh firma/perusahaan
dan didistribusikan ke karyawan, pengecer, pelanggan, dan pemegang saham.
Contoh dari jenis majalah ini adalah majalah internal perusahaan PT New Ratna Motor “â Nasmoco News â”.
Majalah ini bertujuan sebagai media komunikasi antar karyawan PT New Ratna
Motor dalam memberikan informasi dan hiburan serta sebagai sarana untuk
memberikan motivasi kerja bagi karyawan.
§ Association
journals: Mirip dengan business papers,
hanya saja majalah jenis ini diterbitkan oleh asosiasi atau organisasi
tertentu. Contoh : Majalah NU Aula.
2.4.2.1 Karakteristik Majalah
a. Bersifat
informatif melalui kombinasi tulisan dan gambar.
b. Berita
berupa ulasan.
c. Umur
berita lebih lama dan cenderung disimpan oleh pembaca.
d. Bahan
referensi artikel.
e. Tersegmen,
pembaca lebih banyak wanita.
2.4.2.2 Kelebihan Majalah
a. Khalayak
sasarannya jelas, karena lebih tersegmen dan terspesialisasi.
b. Majalah
dapat mengangkat produk-produk yang diiklankan sejajar dengan persepsi khalayak
sasaran terhadap prestige majalah tersebut.
c. Usia
edar majalah lebih panjang daripada surat kabar.
d. Kualitas
visual lebih baik daripada surat kabar.
e. Efektif
untuk pesan iklan yang berbau promosi penjualan.
f. Informasi
detail.
2.4.2.3 Kekurangan Majalah
a. Flexibility
kurang, karena ada deadline dalam pembuatan final artwork iklan.
b. Biaya
pencetakan tinggi, karena kualitas visualnya bagus.
c. Biasanya
tidak ada ready stock, karena distribusi majalah umumnya lambat dan jaringan
distribusi kurang tepat sasaran.
d. Deadline
panjang
e. Jangkauan
kecil
2.4.3
Tabloid
2.4.3.1 Karakteristik
Tabloid
a. Bersifat
informatif ulasan berita dan artikel.
b. Isi
berita lebih ringan dari majalah .
c. Umur
berita diantara Koran dan majalah.
d. Umum
dan segmentasi.
e. Pembaca
cenderung lebih banyak wanita dan dari kelas menengah bawah.
f. Sebagai
pengganti majalah.
2.4.3.2 Kelebihan Tabloid
a. Informasi
detail.
b. Jangkauan
luas dibandingkan majalah.
Segmentasi
jenis tabloid jelas, sehingga target pembacanya juga jelas. Misalnya ada
tabloid yang khusus wanita, tabloid olahraga dan lain sebagainya. Ukuran
tabloid yang terkesan kecil bisa dibawa siapapun dan dibaca kapanpun, sangat
berbed dengan koran yang ukurannya lebih besar.
2.4.3.3
Kekurangan Tabloid
a. Kualitas
kertas lebih bagus daripada koran.
b. Probabilitas
iklan terbaca lebih lama
c. Berita
tidak aktual
d. Medium
statis, tidak dilengkapi audio video.
Kekurangan
dari tabloid ini tidak dapat disimpan dengan jangka waktu yang lama.
Dibandingkan majalah yang mempunyai kertas yang bagus dan dijilid, maka tabloid
agak susah bila disimpan lebih lama.
2.5
Tantangan
yang dihadapi Media Cetak
Kehadiran teknologi memacu orang
untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya.
Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa
kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti majalah,
koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang untuk menggunakan
media massa online.
Menurut data yang dirilis oleh Internet
World Stats, jumlah pengguna internet di Nusantara ada 39,6 juta orang.
Menurut Antara News (2012), bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48
juta pemakai internet. Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani
merilis data bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai
angka 84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani
memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta orang
pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet pada tahun
2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025. (kompasiana.com)
Media sosial seperti jejaring sosial
blog, twitter, facebook, di mana orang – orang yang menjadi citizen
journalism inilah yang setidaknya juga memberikan informasi seputar
peristiwa yang terjadi. Melalui status dari akun twitter atau facebooknya
yang dibaca oleh orang – orang yang sedang mengakses internet. Harga dari
perangkat elektronik yang terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli
laptop atau notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat
dan tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan dan
kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi mahasiswa
dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut untuk online dan
bisa mencari berita-berita terkini.
Berikut adalah tantangan yang
dihadapi oleh media cetak antara lain:
1.
Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari
membaca buku, koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik.
2.
Media online memang memberikan konsumsi informasi
yang cepat saji sehingga wartawan juga terbantu karena informasi atau berita
yang ia buat dapat segera diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa
menunggu waktu seperti pada media cetak seperti koran.
3.
Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas
bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka
lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat
mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah
diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali
informasi yang pernah terjadi.
4.
Persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan
pers nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang
memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak
objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk pada partai
merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena akan menghadapi
tekanan partai dan kesulitan likuiditas.
5.
Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga
koran dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena
memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga
akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari
barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab
untuk meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus
rela memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya,
1992 : 68)
6.
Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan
sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme. Yang
menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli
tinta.
2.6 Langkah-langkah
untuk menghadapi tantangan Media Cetak
Wartawan yang turut menentukan
berita harus menyajikan informasi dan akurat. Tantangannya adalah bagaimana
wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah
refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi masyarakat
bukan untuk kepentingan penguasa.
Tantangan yang dihadapi oleh media
cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan
menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan
tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan
dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih
akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan
media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa
memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus
membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya
itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional.
Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi.
Media cetak tetap harus ada dan
menjaga eksistensi media dengan pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga
keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih
mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover
both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau
lambat media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja
bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media online.
Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam mengatur
distribusi, iklan, produksi.
2.6
Kode
Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik yang lahir pada 14 Maret 2006, oleh gabungan organisasi pers dan
ditetapkan sebagai Kode Etik Jurnalistik baru yang berlaku secara nasional
melalui keputusan Dewan Pers
No 03/ SK-DP/ III/2006 tanggal 24 Maret 2006, misalnya, sedikitnya mengandung
empat asas, yaitu:
1.
Asas Demokratis
Demokratis berarti berita harus disiarkan secara berimbang dan
independen, selain itu, Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, dan pers harus mengutamakan
kepentingan publik. Asas demokratis ini juga
tercermin dari pasal 11 yang mengharuskan, Wartawan Indoensia melayani hak
jawab dan hak koreksi secara proposional. Sebab, dengan adanya hak jawab
dan hak koreksi ini, pers tidak boleh menzalimi pihak manapun. Semua pihak yang
terlibat harus diberikan kesempatan untuk menyatakan pandangan dan pendapatnya,
tentu secara proposional.
2.
Asas Profesionalitas
Secara sederhana, pengertian asas ini adalah wartawan Indonesia harus menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya. Misalnya Pers harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkan berita yang akurat dan faktual. Dengan demikian, wartawan indonesia terampil secara teknis, bersikap sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai-nilai filosofi profesinya. Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan pers dalam asas ini adalah harus menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat, tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang , dan off the record, serta pers harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang tidak akurat dengan permohonan maaf.
Secara sederhana, pengertian asas ini adalah wartawan Indonesia harus menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya. Misalnya Pers harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkan berita yang akurat dan faktual. Dengan demikian, wartawan indonesia terampil secara teknis, bersikap sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai-nilai filosofi profesinya. Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan pers dalam asas ini adalah harus menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat, tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang , dan off the record, serta pers harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang tidak akurat dengan permohonan maaf.
3. Asas Moralitas
Sebagai sebuah lembaga, media massa
atau pers dapat memberikan dampak sosial yang sangat luas terhadap tata nilai,
kehidupan, dan penghidupan masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan. Kode
Etik Jurnalistik menyadari pentingnya sebuah moral dalam menjalankan kegiatan
profesi wartawan. Untuk itu, wartawan yang tidak dilandasi oleh
moralitas tinggi, secara langsung sudah melanggar asas Kode Etik Jurnalistik.
Hal-hal yang berkaitan dengan asas moralitas antara lain Wartawan tidak menerima
suap, Wartawan tidak
menyalahgunakan profesi, tidak merendahkan orang miskin dan orang cacat (Jiwa
maupun fisik), tidak menulis dan menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi
SARA dan gender, tidak menyebut identitas korban kesusilaan, tidak menyebut
identitas korban dan pelaku kejahatan anak-anak, dan segera meminta maaf
terhadap pembuatan dan penyiaran berita yang tidak akurat atau keliru.
3. Asas Supremasi Hukum
Dalam hal
ini, wartawan bukanlah profesi yang kebal dari hukum yang berlaku. Untuk
itu, wartawan dituntut untuk patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Dalam
memberitakan sesuatu wartawan juga diwajibkan menghormati asas praduga tak bersalah.
2.7
Sembilan Dasar Jurnalisme
1.
Fakta dimana
kewajiban utama jurnalisme adalah (berpihak) pada pencarian kebenaran.
2.
Loyalitas
(kesetiaan) pertamanya kepada warga (publik).
3.
Esensi jurnalisme
adalah disiplin vertifikasi.
4.
Para Praktisinya
jurnalisme harus menjaga independensi dari objek liputannya.
5.
Jurnalisme harus
membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan.
6.
Jurnalisme harus
memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi.
7.
Jurnalisme harus
berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan.
8.
Jurnalis harus
membuat berita yang komprehensif dan proposional.
9.
Jurnalisme harus
diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Menurut
sejarah, seorang ahli dari Jerman, pemilik nama lengkap Johannes Gutenberg ini
menemukan mesin cetak yang akhirnya digunakan untuk mencetak bible (kitab
suci), ini terjadi pada tahun 1453. Sebelumnya Gutenberg menulis secara manual,
kitab-kitab suci tersebut. Namun dengan bantuan mesin cetak, kitab suci yang
dihasilkan jauh lebih banyak. sebelum ada revolusi Gutenberg, buku-buku di
Eropa disalin dengan menggunakan Manu
Script. Selain memakan waktu yang lama, harga buku-buku tersebut tergolong
mahal dan hanya bisa dibeli oleh orang-orang yang mampu.
Kitab
agama tahun 1455 membawa perubahan dalam teknologi mesin cetak ini, bentuk baru
yang memungkinkan percetakan dilakukan dalam jumlah besar. Di Amerika media
cetak pertama dimulai dengan banyak percetakan kitab agama, pada tahun 1640.
Benjamin Franklin merupakan salah satu pakar penemu inovasi media cetak
tersebut, yang pada tahun 1731 memulai kegiatan perpustakaan belangganan
pertama, sehingga dimasa yang akan datang warga Amerika telah mengenal baik
kepustakaan.
Pada
tahun 1830, surat kabar telah mewabah di New York, ini adalah saat kejayaan
surat kabar yang akhirnya mewabah ke seluruh pelosok dunia. Kegiatan percetakan
semakin berkembang setelah perang dunia II.
Sejarah surat kabar di Indonesia terbagi
dalam dua babak yakni babak pertama yang biasa disebut babak putih dan babak
kedua antara tahun 1854 hingga Kebangkitan
Nasional. Kedua babak inilah yang amat berperan dalam
perkembangan surat kabar di Indonesia. Babak pertama adalah babak putih, yaitu
saat Indonesia masih dalam keadaan terjajah oleh kolonialisme Belanda.
Media
cetak yang ada di Indonesia antara lain Koran, Majalah dan Tabloid yang masing-masing
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Tantangan yang dihadapi oleh media
cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan
menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan
tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan
dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih
akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan
media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa
memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus
membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya
itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional.
Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi.
3.2 Saran
Teknologi
informasi yang cepat dan mudah sekarang sudah banyak diminati oleh banyak
konsumen dibandingkan dengan media cetak. Seharusnya ini tidak menjadi hambatan
atau sandungan bagi media cetak untuk terus menjaga eksistensinya. Dibandingkan
dengan internet, informasi yang didapat dari internet sebenarnya lebih akurat.
Karena media cetak mengejar keakuratan dari pada jaringan internet yang cenderung
mengejar kecepatan informasi baru.
Untuk
menjaga eksistensi media cetak, maka hal pertama yang harus dilakukan oleh
pihak media adalah dengan memberikan pemberitaan yang tetap akurat dan
teraktual, nilai berita dan unsur-unsur berita lebih mendalam, menyajikan
berita yang menarik dan berimbang. Dalam kepenulisannya, media cetak harus
banyak memberikan informasi yang berhubungan dengan tugas sekolah, misalkan
digunakan sebagai tugas kliping. Dengan begitu media cetak akan semakin
dinikmati oleh konsumen.
Daftar Rujukan
Nadhya, Ana Abrar.1992. Pers
Indonesia: Berjuang Menghadapi Perkembangan Masa. Yogyakarta: Liberty
nama saya Maria Fadhlan dari Ajman di UEA, saya adalah korban penipuan di tangan pemberi pinjaman, saya menipu $ 2000 karena saya butuh pinjaman $ 90.000 untuk modal usaha dan hutang. Saya hampir mati, saya tidak punya tempat untuk pergi, dan bisnis saya hancur dalam proses yang diterimanya. semua ini terjadi pada bulan Maret 2019, sampai saya bertemu seseorang online minggu lalu yang bersaksi tentang pemberi pinjaman jadi saya mengajukan pertanyaan dan dia memperkenalkan saya kepada seorang ibu yang baik yang akhirnya membantu saya mendapatkan pinjaman tanpa jaminan $ 90.000 dengan suku bunga rendah di RIKA ANDERSON PERUSAHAAN PINJAMAN. Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk berterima kasih kepada Anda ibu Rika, semoga Allah terus memberkati Anda Ibu Rika atas kejujuran dan perbuatan baik Anda. jika Anda memerlukan pinjaman dan pinjaman tanpa jaminan cepat hubungi ibu Rika melalui perusahaan, W / S: +19147057484 Anda dapat menghubungi saya juga melalui mariafadhlan@gmail.com
ReplyDelete