A. Pengertian Generasi Muda
Melihat kata "Generasi muda" yang terdiri dari dua kata yang majemuk, kata yang kedua adalah sifat atau keadaan kelompok individu itu masih berusia muda, dalam kelompok usia muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban, sejak dini telah diwarnai oleh kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan politik. Maka dalam keadaan seperti ini generasi muda dari suatu bangsa merupakan "Young Citizen".
Pengertian generasi muda erat hubungannya dengan arti generasi muda sebagai generasi penerus. Yang dimaksud "Generasi Muda" secara pasti tidak terdapat satu definisi yang dianggap paling tepat akan tetapi banyak pandangan yang mengartikannya tergantung dari sudut mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka untuk pelaksanaan suatu program pembinaan bahwa "Generasi Muda" ialah bagian suatu generasi yang berusia diatas 20 tahun, dibawah 40 tahun.
B.Kaitannya dengan Surah An-Nisa’ (04: 09)
.سَدِيدًاقَوْلاًوَلْيَقُولُواْاللّهَفَلْيَتَّقُواعَلَيْهِمْخَافُواْضِعَافًاذُرِّيَّةًخَلْفِهِمْمِنْتَرَكُواْلَوْوَلْيَخْشَ الَّذِينَ
“Dan hendaklah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka – (hendaklah) mereka takut. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.”
Kosak Kata
Anak-anak yang lemah: ضِعَافًا
Perkataan yang benar: سَدِيدًاقَوْلاً
Munasabah dengan ayat sebelumnya
Ayat tersebut masih memiliki hubungan dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara dalam konteks pemeliharaan harta anak-anak yatim. Yaitu ayat yang mengharamkan memakan harta anak yatim serta perintah untuk menyerahkan harta tersebut apabila anak yatim itu telah dewasa, serta larangan memakan mas kawin kaum wanita, atau menikahinya tanpa mahar.
Asbabun nuzul
Pada suatu waktu Rasulullah SAW datang kepada Sa’ad bin Abi Waqash yang kala itu sedang sakit keras. Sa’ad berkata: “Wahai Rasulullah, kami seorang kaya raya yang tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Adakah boleh aku menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?. “Tidak boleh”, Jawab Rasulullah. Kemudian Sa’ad berkata lagi: “Adakah separuh dari harta kekayaanku?”. Jawab Rasulullah: “Tidak!”. Kata Sa’ad: apakah sepertiga itu sangat banyak”. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya adalah lebih baik daripada meninggalkan ahli waris yang miskin meminta-minta kepada umat manusia”. Sehubungan dengan sabda Rasulullah maka turunlah ayat ini.
Kandungan Surat An-Nisa Ayat 9
Allah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggungjawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri. (Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.
Selanjutnya ayat 9 diatas menganjurkan jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai calon generasi muda berada dalam keadaan lemah baik fisik maupun mental. Pesan tersebut disampaikan terutama bagi mereka yang diberikan wasiat dan menjadi wali bagi anak-anak yatim yang masih kecil. Mereka harus berupaya memelihara anak yatim dengan baik juga menjaga harta anak yatim yang dititipkan kepadanya. Orang yang diberi wasiat tersebut harus pula membina akhlak anak yatim dengan memberikan keteladanan perbuatan dan perkataan yang baik serta membiasakan berakhlak mulia.
C. Kaitan dengan Surah An-Nisa’ (04: 95)
لَايَسْتَوِي اْلقَاعِدُونَ مِنَ اْلمُؤْمِنِينَغَيرُأُولِي الضَّرَرِوَالْمُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيلِ الله بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللهُ الْمُجَاهِدِيْنَ بِأَمْوَالِهِم وَأَنفسِهِم ْعَلى الْقَعِدِيْنَ دَرَجَةً وَكُلَّا وَعَدَاللهُ اْلحُسْنَى وَفَضَّلَ اللهُ اْلمُجَاهِدِيْنَ عَلَى اْلقَعِدِيْنَ أَجْرًا عَظِيْمًا .
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Kosak Kata
Tanpa ada udzur:الضَّرَرِأُولِيغَيْرُ
Bersungguh-sungguh, jihad:الْمُجَاهِدِينَ
Munasabah
Hubungan ayat ini dengan ayat setelahnya ialah Allah mengatakan pada ayat 95 bahwa Allah akan menyukai orang-orang yang ingin berjihad di jalan Allah dan pada ayat 96 Ia kemudian menegaskan dengan firmanNya: “ Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Asbabun Nuzul
Pada waktu Zaid bin Tsabit diperintahkan oleh Nabi SAW agar menulis ayat yang baru diturunkan yang berbunyi: Laa yastawil-qaa’uduuna minal mukminiina datanglah Abdillah bin Ummi Maktum seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku sangat cinta dan berharap untuk mengikuti jihad meluhurkan agama Allah. Tetapi aku adalah seorang yang beruzur (buta)”.
Kandungan Surat An-Nisa ayat 95
Orang-orang mukmin yang berjuang untuk membela agama Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan tidaklah sama derajatnya dengan orang-orang yang enggan berbuat demikian. Akan tetapi ayat ini mengemukakan hal tersebut adalah untuk menekankan bahwa perbedaan derajat antara kedua golongan itu adalah sedemikian besarnya. Sehingga orang-orang yang berjihad itu pada derajat yang amat tinggi. Apabila orang-orang yang tidak berjihad itu menyadari kerugian mereka dalam hal ini, maka mereka akan tergugah hatinya dan berusaha untuk mencapai derajat yang tinggi itu, dengan turut serta berjihad sama-sama kaum mukminin lainnya. Untuk itulah ayat ini mengemukakan perbedaan antara kedua golongan itu. Dengan demikian maksud yang terkandung dalam ayat ini sama dengan maksud yang dikandung dalam firman Allah pada ayat lain yang menerangkan perbedaan derajat antara orang-orang mukmin yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang yang tidak berilmu.
Pada akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memberikan pahala yang jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, daripada mereka yang tidak berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad “dengan harta benda” ialah: menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk keperluan orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan berupa makanan, atau kendaraan., senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan “jiwa raga” berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga baginya, yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia menerima perbekalan dari orang lain, karena ia tidak mempunyainya.
D. Kaitan dengan Surah At-Tahrim (066: 06)
يَاأيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْاقُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيَكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَاالنَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائكَةٌ غِلَاظٌ شَدَادٌ لَايَعْصُونَ اللهَ مَاأَمَرَهُم وَيَفْعَلُوْنَ مَايُعْمَرُونَ .
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Kosak Kata
Buatlah suatu penghalang(jauh dari perbuatan buruk): قُوا أَنْفُسَكُمْ
Keluarga (istri, anak, pembantu, budak): وَأَهْلِيَكُم
Munasabah dengan ayat sebelumnya
Hubungan antara ayat at-tahrim 6 dan 7 adalah memerintahkan supaya orang-orang, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka dan mengeluarkan satu ketegasan yang ditujukan kepada orang-orang kafir, bahwa dihari kemudian nanti, tidak ada lagi gunanya mereka itu mengemukakan uzur dan alasan, menginginkan satu kehendak dan harapan waktu dan kesempatan untuk mempertanggungjawabkan dan menerima pembalasan dari apa yang telah dikerjakan di dunia.
Kandungan Surat At-Tahrim 6
Dalam ayat ini firman Allah ditunjukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu mengerjakannya”. (Q.S Taha:132).
Dan dijelaskan pula dengan firman-Nya:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat”. (Q.S Asy Syu’ara’:214).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: ”Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab: “Laranglah mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah perintahkan kepadamu untuk melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka.
E. Kaitannya dengan Surah At-Taghabun (064: 14-15)
يَاأَيُّهَاالَّذيْنَ أَمَنُوْا أِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلأَدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْوَأِنْ تَفْعُواوَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَأِنَّ اللهَ غَفُورٌرَّحِيْمٌ. أِنَّمَا أَمْوَلُكُمْ وَأَوْلَدُكُمْفِتْنَةٌ وَاللهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيْمٌ.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (14). Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (15).
Kosak Kata:
Maka berhati-hatilah:فَاحْذَرُوهُمْ
Memaafkan dan menyantuni (tidak memarahi):وَتَصْفَحُواتَعْفُواوَإِن
Cobaan:فِتْنَةٌ
Munasabah dengan ayat sebelumnya
Poin penghubung yang paling penting dari kedua ayat ini adalah memerintahkan supaya manusia yang mempunyai harta, anak dan istri itu bertakwa kepada-Nya sekuat tenaga dan kemampuannya.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan suatu kaum dari ahli Mekkah yang masuk islam, akan tetapi isteri dan anak-anaknya menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka melihat kawan-kawannya yang telah mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW. Karena kemudian mereka bermaksud untuk menyiksa isteri dan anak-anaknya yang menjadi penghalang untuk berhijrah. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini turun di Madinah berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja’i yang mempunyei anak isteri yang selalu menangisinya apabila akan pergi berperang bahkan menghalanginya dengan berkata: “kepada siapa engkau akan titipkan kami ini”. Ia merasa kasihan kepada mereka dan tidak jadi berangkat perang.
• Kandungan Surat At-Thagabun 14-15
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara isteri-isteri dan anak-anak menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah mereka berbuat baik yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama, sebagaimana yang dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:
“Akan datang suatu zaman kepada umatku, seorang lelaki ancur gara-gara istri dan anaknya. Keduanya mencela dan mengejeknya, karena kemiskinannya. Maka ia melakukan perbuatan yang jahat (untuk menghilangkan kemiskinannya) lalu binasalah ia”.
Karena ia merasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, supaya kedua hidup mewah dan senang, ia tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan lainnya, menyebabkan ia rusak binasa oleh karena itu, ia harus berhati-hati, penuh kesabaran menghadapi anak istri mereka.
No comments:
Post a Comment